Pernikahan Nabi Saww. dengan Aisyah

Pernikahan Nabi Saww. dengan Aisyah

[Artikel dibawah ini adalah terjemahan dari artikel berbahasa inggris “Was Ayesha A six-Year Old Bride?]

Sumber (Artikel terjemahan) : Blog LuthFullah

Seorang teman kristen suatu kali bertanya kepada saya, “Akankah anda menikahkan saudara perempuanmu yang berumur 7 tahun dengan seorang tua berumur 50 tahun?” Saya terdiam.Dia melanjutkan, “Jika anda tidak akan melakukannya, bagaimana bisa anda menyetujui pernikahan gadis polos berumur 7 tahun, Aisyah, dengan Nabi anda?” Saya katakan padanya, “Saya tidak punya jawaban untuk pertanyaan anda pada saat ini.” Teman saya tersenyum dan meninggalkan saya dengan guncangan dalam batin saya akan agama saya.Kebanyakan muslim menjawab bahwa pernikahan seperti itu diterima masyarakat pada saat itu. Jika tidak, orang-orang akan merasa keberatan dengan pernikahan Nabi saw dengan Aisyah.Bagaimanapun, penjelasan seperti ini akan mudah menipu bagi orang-orang yang naif dalam mempercayainya. Tetapi, saya tidak cukup puas dengan penjelasan seperti itu.

Nabi merupakan manusia tauladan, Semua tindakannya paling patut dicontoh sehingga kita, Muslim dapat meneladaninya. Bagaimaanpun, kebanyakan orang di Islamic Center of Toledo, termasuk saya, Tidak akan berpikir untuk menunangkan saudara perempuan kita yang berumur 7 tahun dengan seorang laki-laki berumur 50 tahun. Jika orang tua setuju dengan pernikahan seperti itu, kebanyakan orang, walaupun tidak semuanya, akan memandang rendah terhadap orang tua dan suami tua tersebut.

Tahun 1923, pencatat pernikahan di Mesir diberi intruksi untuk menolak pendaftaran dan menolak mengeluarkan surat nikah bagi calon suami berumur di bawah 18 tahun, dan calon isteri dibawah 16 tahun. Tahun 1931, Sidang dalam oraganisasi-oraganisi hukum dan syariah menetapkan untuk tidak merespon pernikahan bagi pasangan dengan umur diatas (Women in Muslim Family Law, John Esposito, 1982). Ini memperlihatkan bahwa walaupun di negara Mesir yang mayoritas Muslim pernikahan usia anak-anak adalah tidak dapat diterima.

Jadi, Saya percaya, tanpa bukti yang solidpun selain perhormatan saya terhadap Nabi, bahwa cerita pernikahan gadis brumur 7 tahun dengan Nabi berumur 50 tahun adalah mitos semata. Bagaimanapun perjalanan panjang saya dalam menyelelidiki kebenaran atas hal ini membuktikan intuisi saya benar adanya.

Nabi memang seorang yang gentleman. Dan dia tidak menikahi gadis polos berumur 7 atau 9 tahun. Umur Aisyah telah dicatat secara salah dalam literatur hadist. Lebih jauh, Saya pikir bahwa cerita yang menyebutkan hal ini sangatlah tidak bisa dipercaya.

Beberapa hadist (tradisi Nabi) yang menceritakan mengenai umur Aisyah pada saat pernikahannya dengan Nabi, hadist-hadist tersebut sangat bermasalah. Saya akan menyajikan beberapa bukti melawan khayalan yang diceritakan Hisham ibnu `Urwah dan untuk membersihkan nama Nabi dari sebutan seorang tua yang tidak bertanggung jawab yang menikahi gadis polos berumur 7 tahun.

Bukti #1: Pengujian Terhadap Sumber

Sebagian besar riwayat yang menceritakan hal ini yang tercetak di hadist yang semuanya diriwayatkan hanya oleh Hisham ibn `Urwah, yang mencatat atas otoritas dari bapaknya, yang mana seharusnya minimal 2 atau 3 orang harus mencatat hadist serupa juga. Adalah aneh bahwa tak ada seorangpun yang di Medinah, dimana Hisham ibn `Urwah tinggal, sampai usia 71 tahun baru menceritakan hal ini, disamping kenyataan adanya banyak murid-murid di Medinah termasuk yang kesohor Malik ibn Anas, tidak menceritakan hal ini.
Asal dari riwayat ini adalah dari orang-orang Iraq, di mana Hisham tinggal disana dan pindah dari Medinah ke Iraq pada usia tua.

Tehzibu’l-Tehzib, salah satu buku yang cukup terkenal yang berisi catatan para periwayat hadist, menurut Yaqub ibn Shaibah mencatat : ” Hisham sangatbisa dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq ” (Tehzi’bu’l-tehzi’b, Ibn Hajar Al-`asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, 15th century. Vol 11, p.50).

Dalam pernyataan lebih lanjut bahwa Malik ibn Anas menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq: ” Saya pernah diberi tahu bahwa Malik menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq” (Tehzi’b u’l-tehzi’b, IbnHajar Al- `asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, Vol.11, p. 50).

Mizanu’l-ai`tidal, buku lain yang berisi uraian riwayat hidup pada periwayat hadist Nabi saw mencatat: “Ketika masa tua, ingatan Hisham mengalami kemunduran yang mencolok” (Mizanu’l-ai`tidal, Al-Zahbi, Al-Maktabatu’l-athriyyah, Sheikhupura, Pakistan, Vol. 4, p. 301).

KESIMPULAN:
berdasarkan referensi ini, Ingatan Hisham sangatlah buruk dan
riwayatnya setelah pindah ke Iraq sangat tidak bisa dipercaya, sehingga riwayatnya mengenai umur pernikahan Aisyah adalah tidak kredibel.

KRONOLOGI: Adalah vital untuk mencatat dan mengingat tanggal penting dalam sejarah Islam:

Pra-610 M: Jahiliyah (pra-Islamic era) sebelum turun wahyu
610 M: turun wahyu pertama Abu Bakr menerima Islam
613 M: Nabi Muhammad mulai mengajar ke Masyarakat
615 M: Hijrah ke Abyssinia.
616 M: Umar bin al Khattab menerima Islam.
620 M: dikatakan Nabi meminang Aisyah
622 M: Hijrah ke Yathrib, kemudian dinamai Medina
623/624 M: dikatakan Nabi saw berumah tangga dengan Aisyah

Bukti #2: Meminang

Menurut Tabari (juga menurut Hisham ibn `Urwah, Ibn Hunbal and Ibn Sad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada usia 9 tahun.

Tetapi, di bagian lain, Al-Tabari mengatakan: “Semua anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyahh dari 2 isterinya ” (Tarikhu’l-umam wa’l-mamlu’k, Al-Tabari (died 922), Vol. 4,p. 50, Arabic, Dara’l-fikr, Beirut, 1979).

Jika Aisyah dipinang 620M (Aisyah umur 7 tahun) dan berumah tangga tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan bahwa Aisyah dilahirkan pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan Al- Tabari, Aisyah seharusnya dilahirkan pada 613M, Yaitu 3 tahun sesudah masa Jahiliyahh usai (610 M).

Tabari juga menyatakan bahwa Aisyah dilahirkan pada saat Jahiliyah. Jika Aisyah dilahirkan pada era Jahiliyah, seharusnya minimal Aisyah berumur 14 tahun ketika dinikah. Tetapi intinya Tabari mengalami kontradiksi dalam periwayatannya.

KESIMPULAN: Al-Tabari tak reliable mengenai umur Aisyah ketika menikah.

Bukti # 3: Umur Aisyah jika dihubungkan dengan umur Fatimah

Menurut Ibn Hajar, “Fatima dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali, ketika Nabi saw berusia 35 tahun… Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah” (Al-isabah fi tamyizi’l-sahabah, Ibn Hajar al-Asqalani, Vol. 4, p. 377, Maktabatu’l-Riyadh al-haditha, al-Riyadh,1978).

Jika Statement Ibn Hajar adalah factual, berarti Aisyah dilahirkan ketika Nabi berusia 40 tahun. Jika Aisyah dinikahi Nabi pada saat usia Nabi 52 tahun, maka usia Aisyah ketika menikah adalah 12 tahun.

KESIMPULAN: Ibn Hajar, Tabari, Ibn Hisham, dan Ibn Humbal kontradiksi satu sama lain. Tetapi tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah usia 7 tahun adalah mitos tak berdasar.

Bukti #4: Umur Aisyah dihitung dari umur Asma’

Menurut Abda’l-Rahman ibn abi zanna’d: “Asma lebih tua 10 tahun dibanding Aisyah (Siyar A`la’ma’l-nubala’, Al-Zahabi, Vol. 2, p. 289, Arabic, Mu’assasatu’l-risalah, Beirut, 1992).

Menurut Ibn Kathir: “Asma lebih tua 10 tahun dari adiknya [Aisyah]”
(Al-Bidayah wa’l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 371,Dar al-fikr al-`arabi, Al-jizah, 1933).

Menurut Ibn Kathir: “Asma melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut iwayat lainya, dia meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau beberapa hari lebih dari 20 hari, atau 100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun” (Al-Bidayah wa’l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 372, Dar al-fikr al-`arabi, Al- jizah, 1933)

Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: “Asma hidup sampai 100 tahun dan meninggal pada 73 or 74 H.” (Taqribu’l-tehzib, Ibn Hajar Al-Asqalani,p. 654, Arabic, Bab fi’l-nisa’, al-harfu’l-alif, Lucknow).

Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma, Saudara tertua dari Aisyah berselisih usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100 tahun dia tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah 622M).

Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika Aisyah berumah tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18 tahun. Jadi, Aisyah, berusia 17 atau 18 tahun ketika hijrah pada taun dimana Aisyah berumah tangga.

Berdasarkan Hajar, Ibn Katir, and Abda’l-Rahman ibn abi zanna’d, usia Aisyah ketika beliau berumah tangga dengan Rasulullah adalah 19 atau 20 tahun.

Dalam bukti # 3, Ibn Hajar memperkirakan usia Aisyah 12 tahun dan dalam bukti #4 Ibn Hajar mengkontradiksi dirinya sendiri dengan pernyataannya usia Aisyah 17 atau 18 tahun. Jadi mana usia yang benar ? 12 atau 18..?

KESIMPULAN: Ibn Hajar tidak valid dalam periwayatan usia Aisyah.

Bukti #5: Perang BADAR dan UHUD

Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang Badr dijabarkan dalam hadist Muslim, (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab karahiyati’l-isti`anah fi’l-ghazwi bikafir). Aisyah, ketika menceritakan salah satu moment penting dalam perjalanan selama perang Badar, mengatakan: “ketika kita mencapai Shajarah”. Dari pernyataan ini tampak jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar.

Sebuah riwayat mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud tercatat dalam Bukhari (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab Ghazwi’l-nisa’ wa qitalihinnama`a’lrijal): “Anas mencatat bahwa pada hari Uhud, Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit pakaian-nya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb].”

Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang Uhud dan Badr.

Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu’l-maghazi, Bab Ghazwati’l-khandaq wa hiya’l-ahza’b): “Ibn `Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengijinkan dirinya berpastisispasi dalam Uhud, pada ketika itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tsb.”

Berdasarkan riwayat diatas, (a) anak-anak berusia dibawah 15 tahun akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perang, dan (b) Aisyahikut dalam perang badar dan Uhud

KESIMPULAN: Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal berusia 15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi usia pernikahan Aisyah.

BUKTI #6: Surat al-Qamar (Bulan)

Menurut beberapa riwayat, Aisyah dilahirkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah. Tetapi menurut sumber lain dalam Bukhari, Aisyah tercatat mengatakan hal ini: “Saya seorang gadis muda(jariyah dalam bahasa arab)” ketika Surah Al-Qamar diturunkan(Sahih Bukhari, Kitabu’l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa’l-sa`atu adha’ wa amarr).

Surat 54 dari Quran diturunkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah(The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), menunjukkan bahwa surat tsb diturunkan pada tahun 614 M. jika Aisyah memulai berumahtangga dengan Rasulullah pada usia 9 di tahun 623 M or 624 M, Aisyah masih bayi yang baru lahir (sibyah in Arabic) pada saat Surah Al-Qamar diturunkan. Menurut riwayat diatas, secara aktual tampak bahwa Aisyah adalah gadis muda, bukan bayi yang baru lahir
ketika pewahyuan Al-Qamar. Jariyah berarti gadis muda yang masih suka bermain (Lane’s Arabic English Lexicon).

Jadi, Aisyah, telah menjadi jariyah bukan sibyah (bayi), jadi telah berusia 6-13 tahun pada saat turunnya surah Al-Qamar, dan oleh karena itu sudah pasti berusia 14-21 tahun ketika dinikah Nabi.

KESIMPULAN: Riwayat ini juga mengkontra riwayat pernikahan Aisyah yang berusia 9 tahun.

Bukti #7: Terminologi bahasa Arab

Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah meninggalnya isteri pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi dan menasehati Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepadanya tentang pilihan yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: “Anda dapat menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah (thayyib)”. Ketika Nabi bertanya tentang identitas gadis tersebut (bikr), Khaulah menyebutkan nama Aisyah.

Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat bahwa kata bikr dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk gadis belia berusia 9 tahun.

Kata yang tepat untuk gadis belia yang masih suka bermain-main adalah, seperti dinyatakan dimuka, adalah jariyah. Bikr disisi lain, digunakan untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pertautan pengalaman dengan pernikahan, sebagaimana kita pahami dalam bahasa Inggris “virgin”. Oleh karena itu, tampak jelas bahwa gadis belia 9 tahun bukanlah “wanita” (bikr) (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p. .210,Arabic, Dar Ihya al-turath
al-`arabi, Beirut).

Kesimpulan: Arti literal dari kata, bikr (gadis), dalam hadist diatas adalah “wanita dewasa yang belum punya pengalaman sexual dalam pernikahan.” Oleh karena itu, Aisyah adalah seorang wanita dewasa pada waktu menikahnya.

Bukti #8. Text Qur’an

Seluruh muslim setuju bahwa Quran adalah buku petunjuk. Jadi, kita perlu mencari petunjuk dari Qur’an untuk membersihkan kabut kebingungan yang diciptakan oleh para periwayat pada periode klasik Islam mengenai usia Aisyah dan pernikahannya. Apakah Quran mengijinkan atau melarang pernikahan dari gadis belia berusia 7 tahun?

Tak ada ayat yang secara eksplisit mengijinkan pernikahan seperti itu. Ada sebuah ayat, yang bagaimanapun, yang menuntun muslim dalam mendidik dan memperlakukan anak yatim. Petunjuk Qur’an mengenai perlakuan anak Yatim juga valid diaplikasikan ada anak kita sendiri sendiri.

Ayat tersebut mengatakan : Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (Qs. 4:5) Dan
ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin.

Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. ?? (Qs. 4:6)

Dalam hal seorang anak yang ditingal orang tuanya, Seorang muslim
diperintahkan untuk (a) memberi makan mereka, (b) memberi pakaian, (c) mendidik mereka, dan (d) menguji mereka thd kedewasaan “sampai usia menikah” sebelum mempercayakan mereka dalam pengelolaan keuangan.

Disini, ayat Qur’an menyatakan tentang butuhnya bukti yang teliti terhadap tingkat kedewasaan intelektual dan fisik melalui hasil test yang objektif sebelum memasuki usia nikah dan untuk mempercayakan pengelolaan harta-harta kepada mereka.

Dalam ayat yang sangat jelas diatas, tidak ada seorangpun dari muslim yang bertanggungjawab akan melakukan pengalihan pengelolaan keuangan pada seorang gadis belia berusia 7 tahun. Jika kita tidak bisa mempercayai gadis belia berusia 7 tahun dalam pengelolaan keuangan, Gadis tersebut secara tidak memenuhi syarat secara intelektual maupun fisik untuk menikah. Ibn Hambal (Musnad Ahmad ibn Hambal, vol.6, p. 33 and 99) menyatakan bahwa Aisyah yang berusia 9 tahun lebih tertarik untuk bermain dengan mainannya daripada mengambil tugas sebagai isteri.

Oleh karena itu sangatlah sulit untuk mempercayai, bahwa Abu Bakar,seorang tokoh muslim, akan menunangkan anaknya yang masih belia berusia 7 taun dengan Nabi yang berusia 50 tahun.. Sama
sulitnya untuk membayangkan bahwa Nabi menikahi seorang gadis belia berusia 7 tahun.

Sebuah tugas penting lain dalam menjaga anak adalah mendidiknya. Marilah kita memunculkan sebuah pertanyaan,”berapa banyak di antara kita yang percaya bahwa kita dapat mendidik anak kita dengan hasil memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 atau 9 tahun?” Jawabannya adalah Nol besar.

Logika kita berkata, adalah tidak mungkin tugas mendidik anak kita dengan memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 tahun, lalu bagaimana mana mungkin kita percaya bahwa Aisyah telah dididik secara sempurna pada usia 7 tahun seperti diklaim sebagai usia pernikahannya?

Abu Bakr merupakan seorang yang jauh lebih bijaksana dari kita semua, Jadi dia akan merasa dalam hatinya bahwa Aisyah masih seorang anak-anak yang belum secara sempurna sebagaimana dinyatakan Qur’an. Abu Bakar tidak akan menikahkan Aisyah kepada seorangpun. Jika sebuah proposal pernikahan dari gadis belia dan belum terdidik secara memuaskan datang kepada Nabi, Beliau
akan menolak dengan tegas karena itu menentang hukum-hukum Quran.

KESIMPULAN: Pernikahan Aisyah pada usia 7 tahun akan menentang hukum kedewasaan yang dinyatakan Quran. Oleh karena itu, Cerita pernikahan Aisyah gadis belia berusia 7 tahun adalah mitos semata.

Bukti #9: Ijin dalam pernikahan

Seorang wanita harus ditanya dan diminta persetujuan agar pernikahan yang dia lakukan menjadi syah (Mishakat al Masabiah, translation by James Robson, Vol. I, p. 665). Secara Islami, persetujuan yang kredible dari seorang wanita merupakan syarat dasar bagi kesyahan sebuah pernikahan.

Dengan mengembangkan kondisi logis ini, persetujuan yang diberikan oleh gadis belum dewasa berusia 7 tahun tidak dapat diautorisasi sebagai validitas sebuah pernikahan.

Adalah tidak terbayangkan bahwa Abu Bakr, seorang laki-laki yang cerdas, akan berpikir dan mananggapi secara keras tentang persetujuan pernikahan gadis 7 tahun (anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki berusia 50 tahun.

Serupa dengan ini, Nabi tidak mungkin menerima persetujuan dari seorang gadis yang menurut hadith dari Muslim, masih suka bermain-main dengan bonekanya ketika berumah tangga dengan Rasulullah.

KESIMPULAN: Rasulullah tidak menikahi gadis berusia 7 tahun karena akan tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan islami tentang klausa persetujuan dari pihak isteri. Oleh karena itu, hanya ada satu kemungkinan Nabi menikahi Aisyah seorang wanita yang dewasa secara intelektual maupun fisik.

Summary:
Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan atau laki-laki yang berusia 9 tahun, Demikian juga tidak ada pernikahan Rasulullah SAW dan Aisyah ketika berusia 9 tahun. Orang-orang arab tidak pernah keberatan dengan pernikahan seperti ini, karena ini tak pernah terjadi sebagaimana isi beberapa riwayat.

Jelas nyata, riwayat pernikahan Aisyah pada usia 9 tahun oleh Hisham ibn `Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran, dan kontradisksi dengan riwayat-riwayat lain. Lebih jauh, tidak ada alasan yang nyata untuk menerima riwayat Hisham ibn `Urwah sebagai kebenaran ketika para pakar lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibn `Urwah selama di Iraq adalah tidak reliable.

Pernyataan dari Tabari, Bukhari dan Muslim menunjukkan mereka kontradiksi satu sama lain mengenai usia menikah bagi Aisyah. Lebih jauh, beberapa pakar periwayat mengalami internal kontradiksi dengan riwayat-riwayatnya sendiri. Jadi, riwayat usia Aisyah 9 tahun ketika menikah adalah tidak reliable karena adanya kontradiksi yang nyata pada catatan klasik dari pakar sejarah Islam.

Oleh karena itu, tidak ada alasan absolut untuk menerima dan mempercayai usia Aisyah 9 tahun ketika menikah sebagai sebuah kebenaran disebabkan cukup banyak latar belakang untuk menolak riwayat tsb dan lebih layak disebut sebagai mitos semata. Lebih jauh, Qur’an menolak pernikahan gadis dan lelaki yang belum dewasa sebagaimana tidak layak membebankan kepada mereka tanggung jawab-tanggung jawab.

Note: The Ancient Myth Exposed
By T.O. Shanavas , di Michigan.
© 2001 Minaret
from The Minaret Source: http://www.iiie.net/

Diterjemahkan oleh : Cahyo Prihartono

Sumber: Blog LuthFullah

27 Tanggapan

  1. Memang berbagai pendapat tentang umur Aisyah ketika menikah dengan Rasulullah SAW, tetapi pada prinsipnya janganlah kita terlalu mempersoalkan masalah ini, kita serahkan saja kepada Allah SWT, Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.

    Dan artikel di atas cukup menjadi bahan referensi bagi kita dan tidak perlu terlalu banyak dipersoalkan, dan semoga Allah SWT meridhai ahlul bait Rasulullah SAW.

  2. Salam mas suryadhie,

    Terima-kasih atas kunjungannya, sebetulnya ini sekedar mengkaji sejarah, saya posting artikel ini karena: hal tersebut sering dipersoalkan oleh non muslim atau para orientalis untuk menyerang pribadi Nabi saw yang mulya. padahal sejarah kan belum tentu benar? bukankah kita lebih baik memilih versi sejarah yang lebih kuat/akurat, apalagi jika hal tersebut malah membuka celah bagi musuh Islam untuk menyerang pribadi Nabi saw?

    saya juga berpikir artikel ini perlu saya posting setelah saya membaca soal jawab non muslim dengan ulama islam di harian “Sydney Morning Herald” yang mempersoalkan hal itu, dan kebetulan menurut saya jawabannya kurang memuaskan. karenanya saya pikir artikel ini perlu buat bahan bagi kita jika mendapat serangan seperti itu dari non muslim.

    coba mas suryadi buka tautan soal jawab di harian “Sydney Morning Herald” tersebut disini. Dan ini saya kutipkan juga pertanyaan yang menyoal perkawinan Nabi saw tersebut.

    [“How are Islamic men ever going to respect women when the Koran states that a woman’s word is worth half that of a man, a man is allowed to lightly beat his wife and the prophet married and slept with a 9 year girl? Is it not time for an intelligent Muslim to stand up and say maybe the prophet and the Koran aren’t so perfect?’]

    Sekali lagi terimakasih atas kunjungan dan tanggapan mas Suryadhie!

  3. saya setuju jika memang masalah ini tidak perlu dibahas terlalu jauh, terlalu jauh sehingga menimbulkan perpecahan diantara umat islam sendiri.

    Tapi, saya lebih setuju dengan kajian islam bahwa pengungkapan fakta sejarah ini sangat penting untuk menghindari pandangan buruk dan fitnah terhadap islam khusus nya Rosulullah s.a.w. Salahkah jika umat islam menelaah dan mencari kebenaran sejarah islam, jangankan sejarah yg dituliskan, hadist pun banyak yang dhoif!

  4. MasyaAllah…ini kajian historis yang menarik dan saya pribadi mendukung kajian ini.

    Namun meskipun demikian, beberapa prinsip lain yang bertautan dengan persatuan umat Muslim harus lebih didahulukan.

    Barangkali, saya bisa pahami mengapa anda ingin mencari jawaban terhadap persoalan ini…yaa memang aneh kalau Nabi saw menikahi anak usia 7 tahun. Apalagi posisi anda di Amerika, misalnya.

    Bagi sebagian Muslim, menelaah sejarah ini bisa “menyakitkan,” tetapi bagi non-Muslim yang mau tahu lebih jauh tentang sejarah Islam, bisa mencerahkan…

  5. Ndak mungkin Nabi nikah dengan Aisyah ra umurnya sembilan tahun. Bahkan ada riwayat Aisyah itu sudah tidak perawan waktu nikah, ia sudah pernah dilamar orang sebelum dilamar Nabi saw. Jadi pasti umurnya sudah dewasa. Hanya saja semangat untuk menampilkan Aisyah ra sebagai istri unggulan aja yang memaksa-maksa doktrin melalui dongeng palsu bahwa Aisyah itu masih kanak-kanak.

    Semangat itu bisa terlihat dari banyak riwayat yang mengesankan bahwa Aisyah digendong Nabi saw. sambil pipinya menenpel di pipi beliau, keduanya sedang menonton tarian orang Etiopia di masjid. padahal kita ketahui bahwa pristiwa itu terjadi di tahun kesembilanan hijrah. tentu usia Aisyah sudah sangat dewasa, sebab kalau seperti anggapan mereka ia nikah di tahun 2 H dalam usia 9 tahun berarti tambah aja 6 tahun jadi 15 tahun, Yang bener aja, masak istri umur lima belas tahun minta gendong. Memangnya BALITA?

    Itulah yang saya maksud semangat berlebihan untuk menanmpilkan Aisyah ra sebagai keciiiiil terus, nggak gede-gede.

  6. Perpecahan adalah hal sudah sangat biasa terjadi didalam umat Islam, bukankah ada hadits yang mengisyaratkan tentang itu? (menjadi 73 Golongan walaupun saya merasa ada yang aneh pada hadits ini) jadi tidak perlu ditakuti. yang sangat perlu mendapat perhatian serius adalah “BAGAIMANA CARA KITA MENYIKAPI PERPECAHAN”.

    Perpecahan berawal dari adanya perbedaan pendapat + dengan unsur kuatnya kepentingan pribadi + kepentingan Golongan.
    maka :
    “CARA KITA MENGHADAPI DAN MENYIKAPI PERBEDAAN PENDAPAT” lebih penting dari cara kita menyikapi perpecahan.

    Adanya perbedaan pendapat menujukkan adanya perbedaan kualitas berpikir, kuatnya unsur kepentingan pribadi menunjukkan adanya egoisme yang tinggi. asal membela golongan menujukkan adanya fanatik buta.
    maka:
    “MENAMBAH KUALITAS BERPIKIR, MENEKAN EGOIS SERTA MENGHINDARI FANATIK BUTA” lebih penting dan lebih utama untuk dilakukan ketimbang “cara kita menghadapi dan menyikapi perbedaan”

    Jadi dalam kaitan kajian diatas sekali lagi tidak perlu khawatir.
    saya mendukung anda selama anda bertujuan membersihkan Junjungan kita Nabi Muhammad Saw dari kotoran yang ditempelkan oleh orang-orang jahat yang ingin merusak citra Nabi Saw dan Islam, siapapun dia adanya.
    Dengan adanya kajian Islam ini saya merasa tercerahkan. Terima kasih

  7. Terima Kasih atas artikelnya yang menarik, inilah yang kita perlukan dalam memahami agama kita, yang selama ini dipahami dengan cara yang tidak masuk akal dan berbau mitos.

    Sementara islam sendiri menjunjung tinggi fungsi akal manusia yang seharusnya kita gunakan untuk mengkritisi segala sesuatu yang datang pada kita tapi di luar logika kita.

    Selama Tidak Mengkritisi ALLAH yang maha dari segala MAHA saya akan mendungkung.

    Mari kita gunakan Akal ( Otak ) kita!?!

  8. Secara Logica kita seringkali tidak mau keputusan Tuhan.
    padahal ketentuan itu akan pasti berjalan. kita tidak pernah protes akan keaadaan alam(misal hujan,panas) tapi kalau ada keputusan Tuhan yang sifatnya pilihan manusia njlimet berargumen dan berantem.

    pasti di balik itu ada hikmah kenapa Nabi menikahi Aisyah. karena beliau tahu itu perintah/keputusan Nya.

    kita selalu protes sepeti halnya Musa kepada Haidir(dalam riwayat Qur’an) Musa seorang Pemikir sedangkan Haidir seorang yang berserah total pada keputusan Tuhan. kita jumpai riwayat disana bagaimana Musa selalu dan selalu protes menentang Haidir.

    Mari kita bersama beragama dengan menerima penuh keputusan2 Nya. coba kita tengok Rukun Iman(pasti sudah pada hafalkan) tapi yang paling berat adalah yang Rukun yang terakhir. yaitu beriman kepada Takdir baik dan buruk (menurut kita) padahal takdir itu baik semua menurut ALLAH

    saya akan berilustrasi ,”gunung meletus” itu menurut kita bencana/takdir buruk , tapi bayangkan kita semua berdo’a meminta gunung2 tersebut jangan meletus donk….dan di kabulkan(misal)… coba kalau kita seorang geologis akan seperti apa bumi ini jika gas yang ada di dalam perut bumi bila tidak keluar, pastilah bumi akan hancur “meledak” hancur.. jadi gunung itu betul kata quran sebagai paku yang di tancapkan.

    demikian semoga bermannfat

    wasalam

  9. Salam kenal
    Bagus sekali. Saya setuju dengan upaya-upaya untuk mengkaji kembali sejarah Islam. Jangan tkaen for granted.

    Secara saya awam banget tentang sejarah Islam. Apalagi era setelah wafat Nabi Muhammad SAW. Perseteruan Ali & Fatimah dengan Aisyah. Fitnah-fitnah-nya dll. Terima kasih.

  10. kajian dan argumen yang penting untuk kita pelajari dan renungkan. ini perlu untuk menjawab serangan2 yang sengaja ingin melemahkan keyakinan qt

  11. Assalamualaikum WHT… Untuk kajian Tuan berkaitan dengan perkahwinan Rasulullah dengan Aisyah adalah baik dan boleh diterima kerana memahami keinginan tuan tentang memelihara akan Periibadi Rasulullah daripada sebarang keaiban dan tuduhan.
    Namun, apa yang saya dapati keadaan telah menjadi sebaliknya dimana tuan pula cuba mendedahkan keperibadian Rasulullah kepada umum yang pasti akan mewujudkan persoalan demi persoalan lagi terutama kepada orang-orang yang tidak beriman kepada Rasulullah.
    Saya pernah membaca sebuah hadis dimana adalah kewajipan setiap mukmin memelihara dan merahsiakan keperibadian Rasulullah daripada pihak yang sentiasa bertujuan tidak baik terhadap Islam termasuklah Rasul junjungan kita.

    Apa yang saya dapat gambarkan disini adalah lebih baik Tuan mengkajinya secara perseorangan kemudian secara perseorangan pula Tuan memberikan jawapan kepada teman Kritien Tuan itu. Adalah tidak adil pertanyaan secara perseorangan daripada Teman Kritien Tuan itu di jawab oleh Tuan secara terbuka.

    Saya yakin Tuan amat ikhlas untuk perjuangan Tuan namun adalah lebih baik Tuan renungkan peranan para sahabat terapat Rasullulah di dalam menghadapi situasi ini. Betapa Para sahabat Baginda amat mengasihi baginda dan mengiktikadkan sepenuh keyakinan jiwa dan raga mengakui keRasulan Baginda. Merekalah pembela sejati di sisi Baginda. Dan Coretan Tuan ini pasti tidak akan terlepas daripada serangan Jihad para sahabat Baginda.

    Saya ingin Tuan andaikan begini sahaja, Adakah Tuan mahu Kisah Isteri kesayangan Tuan menjadi bahan bualan manusia? Tidak kiralah ia benar mahupun sebuah fitnah maka adalah kewajipan seorang muslim menjaga hak muslim yang lain. Inikan pula Rasulullah SAW.

    Semoga Tuan dapat menilai pandangan saya ini dengan betul. Kerana saya terguris dengan coretan ini yang mendedahkan perihal Keluarga Rasulullah SAW.

    Cukuplah kajian secara perseorangan kemudian secara bersamaan juga Tuan menjawab pertentangan Tuan dengan Teman Kritien tuan itu.

    Sekian, Tewrima kasih.

  12. Assalamualaikum WHT… Untuk kajian Tuan berkaitan dengan perkahwinan Rasulullah dengan Aisyah adalah baik dan boleh diterima kerana memahami keinginan tuan tentang memelihara akan Periibadi Rasulullah daripada sebarang keaiban dan tuduhan.
    Namun, apa yang saya dapati keadaan telah menjadi sebaliknya dimana tuan pula cuba mendedahkan keperibadian Rasulullah kepada umum yang pasti akan mewujudkan persoalan demi persoalan lagi terutama kepada orang-orang yang tidak beriman kepada Rasulullah.
    Saya pernah membaca sebuah hadis dimana adalah kewajipan setiap mukmin memelihara dan merahsiakan keperibadian Rasulullah daripada pihak yang sentiasa bertujuan tidak baik terhadap Islam termasuklah Rasul junjungan kita.

    Apa yang saya dapat gambarkan disini adalah lebih baik Tuan mengkajinya secara perseorangan kemudian secara perseorangan pula Tuan memberikan jawapan kepada teman Kritien Tuan itu. Adalah tidak adil pertanyaan secara perseorangan daripada Teman Kritien Tuan itu di jawab oleh Tuan secara terbuka.

    Saya yakin Tuan amat ikhlas untuk perjuangan Tuan namun adalah lebih baik Tuan renungkan peranan para sahabat terapat Rasullulah di dalam menghadapi situasi ini. Betapa Para sahabat Baginda amat mengasihi baginda dan mengiktikadkan sepenuh keyakinan jiwa dan raga mengakui keRasulan Baginda. Merekalah pembela sejati di sisi Baginda. Dan Coretan Tuan ini pasti tidak akan terlepas daripada serangan Jihad para sahabat Baginda.

    Saya ingin Tuan andaikan begini sahaja, Adakah Tuan mahu Kisah Isteri kesayangan Tuan menjadi bahan bualan manusia? Tidak kiralah ia benar mahupun sebuah fitnah maka adalah kewajipan seorang muslim menjaga hak muslim yang lain. Inikan pula Rasulullah SAW.

    Semoga Tuan dapat menilai pandangan saya ini dengan betul. Kerana saya terguris dengan coretan ini yang mendedahkan perihal Keluarga Rasulullah SAW.

    Cukuplah kajian secara perseorangan kemudian secara bersamaan juga Tuan menjawab pertentangan Tuan dengan Teman Kritien tuan itu.

    Sekian, Terima kasih.

  13. Saifuddin
    Ndak mungkin Nabi nikah dengan Aisyah ra umurnya sembilan tahun. Bahkan ada riwayat Aisyah itu sudah tidak perawan waktu nikah, ia sudah pernah dilamar orang sebelum dilamar Nabi saw. Jadi pasti umurnya sudah dewasa. Hanya saja semangat untuk menampilkan Aisyah ra sebagai istri unggulan aja yang memaksa-maksa doktrin melalui dongeng palsu bahwa Aisyah itu masih kanak-kanak.

    Semangat itu bisa terlihat dari banyak riwayat yang mengesankan bahwa Aisyah digendong Nabi saw. sambil pipinya menenpel di pipi beliau, keduanya sedang menonton tarian orang Etiopia di masjid. padahal kita ketahui bahwa pristiwa itu terjadi di tahun kesembilanan hijrah. tentu usia Aisyah sudah sangat dewasa, sebab kalau seperti anggapan mereka ia nikah di tahun 2 H dalam usia 9 tahun berarti tambah aja 6 tahun jadi 15 tahun, Yang bener aja, masak istri umur lima belas tahun minta gendong. Memangnya BALITA?

    Dari mana anda mendapatkan riwayat Aisyah sudah tidak perawan lagi waktu nikah, atau ini merupakan riwayat anda ya.Kemudian Nabi SAW menonton tarian orang ethopia di mesjid darimana anda mendapatkan sumber tersebut. Semoga mas Saifudin diberi kemurahan rezeki yang berlimpah agar hatinya tidak kecewa lagi.Amin

  14. buat pengelola Kajian_Islam, terimakasih.

    Anda baik sekali telah bekerjakeras membersihkan nama Nabi kita dari prasangka naif saya dan mayoritas kaum muslim selama ini (selama berabad-abad, mungkin).

    Terimakasih dan apresiasi yang sama juga saya sampaikan kepada
    Blog LuthFullah yang tentu saja telah bekerja keras menempuh jalan panjang penelitian dan studi pustaka.

    Selama ini saya malah menyalahkan orang-orang yang mengangkat tema pedofili – saya merasa setiap topik pedofili seakan menyindir Rasulullah SAW karena beliau menikahi gadis belia.
    Jadi, informasi bahwa Rasulullah SAW menikahi Ummi Aisyah ketika beliau berusia belasan tahun, sungguh melegakan bagi saya.

    Maaf, saya tak habis pikir tentang hal apakah yang membuat suryadhie berkeberatan dengan pelurusan data ini.

  15. Salam , Sebenarnya Di Surah At – Tahrim Allah SWt telah menjelaskan bahwa Aisyah dan Hafsyah bukanlah seorang gadis ( perawan ) , …..

    [66.5] Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.

    Analoginya Jika Allah SWT mengancam ke duanya dengan kalimat yang lebih baik dari ke Imanan dan keadaan mereka saat itu ?

    Afwan jika al faqir ilm salah adanya ?
    DRA

  16. Ter lebih dahulu saya minta maaf pada anda,
    Jika anda ingin menjawab pertanyaan dari teman nasrani anda

    Wajar jika nabi menikahi aisyah pada umur 7 tahun, dan asal ia tahu kalau nabi menggauli (memperlakukan layak nya istri) pada ia sudah berumur, saya tak tahu umur pasti nya tapi yang pernah saya dengar umur 15 tahun

  17. Sebuah artikel yang sangat bagus, saya salut sama Luth Fullah yang telah berani dan kerja keras untuk mencari dan mengumpulkan data serta referensi untuk menyangkal tuduhan Bahwa Nabi Muhammad adalah Pedofil.
    Selain itu Kita dan mereka juga harus tahu :

    1. Usia Baligh seorang gadis itu, umur berapa? istilah baligh juga bukan hanya fisik saja, melainkan sesuai dengan kata baligh itu sendiri yang mempunyai arti “telah sampai”, baik itu telah sampai umurnya pada usia tertentu, maupun telah sampai ilmu kepadanya sebagai ukuran kecerdasannya terutama dalam hal “Dieniha” Agamanya.

    2. Bahwa Motivasi Nabi menikahi seseorang itu, baik itu yang masih muda ataupun yang sudah tua, baik dari golongan bangsawan atau budak sekalipun adalah Agamanya yakni Islam.

    3. Cara mengukur kebenaran hadits itu juga tidak bisa hanya mengandalkan Perawinya saja, atau sanad-sanadnya saja, atau sahih atau tidaknya tapi harus membandingkannya dengan hadits hadits lainnya seperti yang telah telah ditulis di atas oleh Luth Fullah, Kontradiksi atau tidak “Matannya”, kalau kontradiksi maka hadits itu tidak lagi relevan akan tetapi kalau saling mendukung baru hadits itu bisa diterima, tetapi kemudian harus dicocokkan dengan Alqur’an cocok atau tidak kalau tidak cocok maka gugurlah semua itu karena Sumber hukum yang utama dalam Islam itu adalah Alqur;an.

    Sekali lagi salut buat Luth Fullah
    Terima kasih Tambahan ilmu buat saya

  18. Assalamualaykum…

    Alhamdulillah…syukur ke hadrat Allah S.W.T..diskusi yang amat bagus..ilmiah, memang banyak penghinaan dari non muslim terhadap cerita pernikahan Rasulullah s.a.w dengan Aisyah r.a…dan banyak juga penyangkalan yang telah dilakukan oleh para ulama kita…seperti kata ulama dalam banyak ulasan yang diberi. contohnya :-
    1. Bangsa Arab kita ketahui bertubuh besar berbanding tubuh kita masyarakat nusantara. Maka Aisyah r.a sudah semestinya memiliki tubuh sebesar gadis perawan seperti gadis2 di nusantara…(bagi saya, ia mungkin benar tapi saya masih kurang yakin)
    2. Setiap manusia yang akil baligh sudah semestinya bisa mengandung…tidakkah usia Aisyah r.a tu mencapai usia akil baligh..(hal ni juga kebarangkalian benar namun saya masih kurang yakin)
    3. Nabi s.a.w memang menikahi Aisyah r.a tatkala usia Aisyah r.a 9 tahun namun Nabi s.a.w tidak menggauli Aisyah r.a sehingga Aisyah r.a mencapai usia matang (hal ini sepertinya benar tapi Allahu alam, saya kurang yakin) namun ulasan seperti yang saudara berikan ini pertama kali saya temui…dan saya merasakan mungkin ada kebenarannya..terima kasih saudara atas ulasannya, izinkan saya mengambil artikel ini untuk dijadikan e-book…semoga Allah S.W.T meredhai kita semua…amin.

  19. […] pd silahkan baca pendapat lain berikut ini: https://kajianislam.wordpress.com/2007/07/14/pernikahan-nabi-saww-dengan-aisyah/ ini juga pendapat pribadi dia tapi, kelihatannya masuk […]

  20. Astaghfirulloh

    Manusia adalah makhluk yang penuh keterbatasan, kadang akal kita tidak dapat memahami syariat(maksudnya menurut akal kita ada syariat yang tidak masuk akal).
    Bertaqwalah kepada Alloh, sesungguhnya pada diri Rasululloh ada suri tauladan yang baik. Jangan karena tidak masuk akal dalam pikiran anda, anda menolak hadist shahih….

    sekali lagi saya mengingatkan…
    kita manusia adalah mahluk yang penuh keterbatasan

  21. Nabi adalah orang yang langsung dibimbing oleh Alloh dan setiap tindakannya adalah bukan berdasarkan nafsunya. Jadi pernikahan tersebutpun atas perintah Alloh..Sedangkan Alloh sudah pasti benar..jd apa yang harus dipermasalahkan….

  22. apapun yang di tulis blog ini, saya tidak peduli, yang jelas, kanjeng Nabi Muhammad menikahi Umatnya karena Memperjuangkan Islam yang jaman dahulu begitu hancur Akhlaknya ….
    Rasul juga manusia yang punya nafsu juga, namun Beliau tidak Sama dengan kita yang Nafsunya selalu ke hal2 yang jelek ….
    Apa Rasul salah kalau menikahi orang kafir atau budak ?
    dengan maksud setelah Menikah dengan Rasul dia masuk islam, itu kan cara yang sama yang di lakukan pedagang Gujarat yg menikahi Orang Indonesia jaman dahulu untuk menyebarkan Islam Di tanah Air kita ?
    Saya yakin, kalian semua menikah bukan berdasarkan Agama, tapi karena nafsu ….
    Ingat, Nabi punya pandangan tersendiri tentang umatnya …
    Waullahu’Alam ….
    Semua itu Rahasia Alloh Azza Wa Jalla

  23. kita msih butuh banyak belajar..

  24. Suatu kajian yang sangat menarik, semoga tidak menimbulkan fitnah..

  25. inilah kesalahan sebagian besar manusia mengkaji agama dengan logika murni. tidak semua hal2 dlm agama bisa dikaji dg logika murni. ada beberapa hal yg sifatnya “sangat istimewa”, atau “sangat spesial”, atau “ajaib”, atau “mukjizat” sehingga merupakan ujian terhadap iman kita.

    ente tak perlu setres mengkaji secara logis maupun historis bagaimana mungkin Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menikahi ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yg berumur 9 thn.

    jawabannya mungkin saja, bagi Allah ta’ala tidak ada yg tidak mungkin. kepada budak paus atau salib itu ente bisa bilang spt ini:
    sesungguhnya Allah itu Maha Berkehendak. Allah bisa saja memberikan keistimewaan kepada manusia yg dikehendakinya contohnya kedewasaan, atau kematangan, atau kesuburan fisik dan lain-lainnya walau ia masih berusia 9 thn sehingga bisa dinikahi. contoh lain, Allah ta’ala memberikan keistimewaan kpd Maryam dpt melahirkan Isa ‘alaihissalam walau tanpa sperma atau pria. jd kisah ‘Aisyah dpt dinikahi walau berumur 9 thn dan Maryam dapat melahirkan seorang anak menyampaikan kepada kita bahwa mereka itu “wanita yg sangat istimewa”, diberikan keistimewaan oleh Allah. tidak ada yg tidak mungkin bagi Allah. budak paus atau salib atau org2 kafir sudah tentu tak dapat memahami keistimewaan2 yg ditakdirkan oleh Allah kita dan mengkajinya dg logika otak mreka bahwa ini kisah pedofilia krn tak masuk akal manusia berumur 9 thn bisa menikah

Tinggalkan komentar